Saturday, November 23, 2013

Triple Track Strategy sebagai Revitalisasi Pertanian Indonesia menghadapi ASEAN Economic Community 2015 Oleh : TATU KULSUM

 Oleh: TATU KULSUM



Google doc

Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan sumberdaya alam, terutama dari hasil pertanian. Sektor pertanian menjadi sektor penting sebagai penyedia input bagi sektor lain, sehingga sektor ini dikatakan berpengaruh dalam struktur perekonomian Indonesia. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013, ekonomi Indonesia triwulan II-2013 tumbuh 5,81% dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2012. Struktur Produk Domestik Bruto (PDB) triwulan II-2013 didominasi oleh sektor industri pengolahan, sektor pertanian, dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran masing-masing memberikan kontribusi sebesar 23,77%, 14,98%, dan 14,40%. Data tersebut membuktikan bahwa sektor pertanian sangat memberikan kontribusi penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Pentingnya peranan sektor pertanian dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia memerlukan perhatian dan keberpihakan dari seluruh komponen bangsa, terutama politisi dan pengambil kebijakan agar menempatkan pertanian yang kaya potensi dan melibatkan mayoritas mata pencaharian masyarakat itu sebagai sektor yang perlu mendapat dukungan konkrit. Dukungan itu berupa penyediaan infrastruktur, kebijakan moneter, permodalan, asuransi, dan jaminan pemasaran yang adil. Oleh sebab itu, sangatlah penting adanya revitalisasi pertanian atau usaha, proses, dan kebijakan untuk menyegarkan kembali daya hidup pertanian, memberdayakan kemampuannya, membangun daya saingnya, meningkatkan kinerjanya, serta menyejahterakan pelakunya, terutama petani. Walaupun kesejahteraan petani telah meningkat sejalan dengan peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia. Secara umum tidak dapat dipungkiri bahwa gambaran kesejahteraan petani bukanlah lukisan yang cerah dan menyenangkan. Kemiskinan merupakan salah satu bagian dari potret yang kurang menyenangkan. Data tahun 2002, dari 38,4 juta orang miskin di Indonesia, 65,4% di antaranya berada di pedesaan, dan 53,9% adalah petani. Tahun 2003, dari 24,3 juta rumah tangga pertanian (yang berbasis lahan/land-basse farmers), sekitar 82,7% di antaranya dapat dikategorikan miskin. Potret kurang menyenangkan tersebut berdampak pada jumlah sumber daya manusia (SDM) yang bekerja di sektor pertanian. Data perhitungan BPS setiap bulan Februari dari tahun 2011 hingga 2013, penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama di sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan, dan perikanan terus menurun.

Hal penting yang harus dilakukan dalam revitalisasi pertanian adalah mengubah paradigma tentang pertanian itu sendiri. Seringkali pertanian masih di bayangkan sebagai dunia kaum miskin dan kumuh. Pada berbagai kesempatan, ikon pertanian sering digambarkan sebagai seorang petani yang memakai caping dengan cangkul di pundak, pakaian yang kotor, dan tidak menggunakan alas kaki. Padahal, sektor pertanian itu memiliki cakupan yang sangat luas, termasuk di dalamnya adalah sektor perikanan, peternakan dan kehutanan, dari kegiatan hulu sampai hilir, mengubah input menjadi output berupa sandang, pangan, papan dan lingkungan yang nyaman bagi makhluk hidup. Sektor ini juga mencakup berbagai kegiatan agrobisnis, agroindustri, dan agroservis yang memiliki omset miliaran dolar AS dan tidak jarang mengubah nasib pengusaha menjadi konglomerat. Pertanian tidak sekedar menanam dan berkebun. Hal di atas menunjukkan betapa luasnya sektor pertanian. Indonesia seharusnya dapat menjadikan pertanian sebagai tulang punggung perekonomian untuk menyejahterakan bangsa sesuai dengan tujuan diadakannya revitalisasi pertanian. Revitalisasi pertanian dimaksudkan untuk berkontribusi pada pemberantasan kemiskinan dan peningkatan ketahanan pangan (Arifin B, 2007)

Pemerintah harus terus mendorong peran aktif petani untuk meningkatkan daya saing produksinya. Hal ini terkait dengan kesiapan Indonesia menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) 2015 dimana kawasan ASEAN akan menjadi pasar tunggal berbasis produksi tunggal. Dengan demikian, seluruh negara ASEAN harus melakukan liberalisasi perdagangan dengan arus modal yang lebih bebas sebagaimana yang telah digariskan dalam AEC Blueprint. Kementrian Pertanian Indonesia menyatakan bahwa pasar bebas ASEAN berdampak cukup besar bagi semua sektor perdagangan, termasuk sektor pertanian. Penurunan dan penghapusan tarif secara signifikan yang dilakukan oleh pemerintah akan mengakibatkan semakin banyaknya produk impor masuk ke Indonesia. Kondisi inilah yang cukup mengkhawatirkan karena berpengaruh pada eksistensi produk lokal. Peningkatan daya saing produk lokal sangat diperlukan menghadapi pasar bebas ASEAN 2015 mendatang.

Langkah strategis menghadapi pasar bebas ASEAN 2015 yaitu melalui Triple Track Strategy (Strategi Tiga Jalur) sebagai program dalam revitalisasi pertanian dan lebih terfokus untuk menghadapi AEC untuk stabilisasi perekonomian Indonesia. Ketiga jalur tersebut yaitu stabilitas ekonomi makro, pengembangan sektor riil, dan stabilitas ekonomi mikro. Stabilitas ekonomi makro, yang antara lain ditandai dengan stabilitas nilai tukar, keseimbangan perdagangan dan pembayaran internasional yang sehat, tingkat bunga yang kompetitif, dan keberlanjutan fiskal yang mantap untuk pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pertumbuhan ekonomi merupakan faktor utama dalam pengurangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja baru. Oleh sebab itu, stabilisasi ekonomi makro sangat perlu di terapkan dengan baik terutama dalam menghadapi AEC. Namun demikian, stabilitasi ekonomi dan pertumbuhan saja tidak cukup cepat untuk mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran tetapi juga di perlukan pengembangan sektor riil. Pengembangan sektor riil, berupa kebijakan yang bisa berdampak langsung pada penciptaan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan. Melalui pengembangan sektor riil diharapkan mampu mengatasi permasalahan di Indonesia terutama masalah pengangguran karena berdasarkan data BPS, tingkat pengangguran terbuka penduduk berumur 15 tahun ke atas menurut jenis kegiatan Februari 2013 terdapat 5,92 % . Oleh sebab itu, dalam mewujudkan kebangkitan sektor riil, Indonesia harus mampu menemukan sinergi strategi yang kompatibel agar berbagai permasalahan di Indonesia dapat terselesaikan. Pengembangan sektor ini melalui keterbukaan ekonomi dunia, perkembangan budaya korporat, tuntutan permintaan konsumen yang lebih beragam, serangkaian kemudahan, dan kualitas higenis berstandar tinggi. Para perumus kebiajakan, dunia usaha, akademisi, dan masyarakat madani harus bahu-membahu melakukan kemitraan yang saling menguntungkan dalam kerangka pemanfaatan keunggulan kompetitif peluang peningkatan daya saing di pasar internasional, serta peningkatan keunggulan komparatif dan utilisasi sumber daya yang dimiliki daerah-daerah di Indonesia. Strategi jalur yang ketiga yaitu stabilitas ekonomi mikro. Stabilitas ekonomi mikro terutama melalui pemberdayaan usaha kecil menengah (UMKM) dengan cara dan teknik produksi yang inovatif agar bisa menjalankan kegiatan produksi secara efisien. Jika pengembangan stabilitas ekonomi mikro dapat berhasil dengan baik maka hal ini dapat berpengaruh besar bagi tercapainya stabilitas ekonomi makro.

Oleh sebab itu, pemerintah seharusnya memberikan perhatian lebih untuk pengembangan stabilitas ekonomi mikro terutama dalam peningkatan sektor pertanian. Hal tersebut dapat di upayakan melalui peningkatan sarana dan prasarana pertanian. Kontras dengan keadaan yang terjadi sekarang, bahwasannya lahan pertanian sudah semakin berkurang karena di manfaatkan untuk lahan industri sehingga keadaan iklim di Indonesia menjadi tidak stabil dan sulit untuk di prediksi. Maka untuk mempersiapkan ketahanan produktivitas pertanian Indonesia dalam menghadapi AEC maka di perlukan pula pengamanan produksi menghadapi dampak perubahan iklim diantaranya dengan memanfaatkan informasi iklim yang bersumber dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang ada di masing-masing provinsi , melakukan perencanaan budidaya sesuai iklim dan kondisi setempat, perencanaan dan penyiapan sarana produksi (benih dan pupuk), penyiapan sarana penanggulangan, penggunaan varietas umur pendek, dan varietas toleran terhadap kekeringan, dan rendaman serta pemberdayaan petani dalam keadaan iklim ekstrim.

Triple Track Strategy sebagai revitalisasi pertanian merupakan keniscayaan pilihan yang tidak dapat dipungkiri. Dengan adanya revitalisasi pertanian, Indonesia bukan hanya tumbuh dalam segi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat tetapi juga akan siap dalam menghadapi ASEAN Economic Community 2015.




REFERENSI

Sutanto, Yusuf. 2006. Revitalisasi Pertanian dan Dialog Peradaban. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.

[KEMENDEPTAN]. 2013. Hadapi pasar bebas ASEAN, petani harus tingkatkan daya saing produk lokal .[internet] Di akses [30 Agustus 2013] Tersedia pada http://www.deptan.go.id/news/detail.php?id=1136.

Arifin, Bustanul. 2007. Diagnosis Ekonomi Politik Pangan dan Pertanian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Gittinger, J Price. 2008. Analisa Ekonomi Proyek- Proyek Pertanian. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).

BPS. 2013. Indeks tendensi bisnis dan indeks tendensi konsumen triwulan-II 2013.[internet] Di akses [30 Agustus 2013] Tersedia pada http://www.bps.go.id/brs_file/itb-itk_02agu13.pdf.



Share This

No comments:

Post a Comment

Tatu Kulsum. Powered by Blogger.

Contact Me

Contact Form

Name

Email *

Message *